1. Daya
Pembeda dan Cara Pengukurannya
1.1 Pengertian
Daya Pembeda
Pengertian
Daya Pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan
butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa mengetahui jawabannya dengan
benar dengan siswa yang tidak dapat menjawab soal tersebut (siswa yang menjawab
dengan salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah
kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang
kurang pandai. Pengertian tersebut didasarkan pada asumsi Galton bahwa suatu
perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai,
rata-rata, dan bodoh karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga
kelompok tersebut. Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya
buruk semua. Juga tidak sebagian besar baik sebagian besar buruk, tetapi
haruslah berdistribusi normal. Siswa yang memiliki nilai baik dan siswa yang
memiliki nilai buruk ada (mewakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada
pada hasil yang cukup.
Derajat
daya pembeda (DP) suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang bernilai dari
-1,00 sampai dengan 1,00. Indeks diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya
pembeda soal tersebut makin baik, sebaliknya jika makin mendekati 0,00 berarti
daya pembeda soal tersebut makin buruk. Indeks diskriminasi bernilai negatif
(kurang dari 0,00) berarti kelompok siswa kurang pandai banyak yang menjawab
benar untuk soal tersebut, sebaliknya kelompok siswa yang pandai banyak yang
menjawab salah. Hal ini mengakibatkan siswa yang bodoh mendapatkan nilai yang
baik, sedangkan siswa yang pandai mendapatkan nilai yang jelek. Suatu butir
soal yang indeks diskriminasinya 0,00 berarti soal tersebut tidak memiliki daya
pembeda. Hal ini terjadi jika siswa pandai maupun siswa kurang pandai sama
menjawab benar untuk soal tersebut, atau sebaliknya kedua kelompok siswa
tersebut menjawab salah. Jelas soal tersebut tidak baik. Jika suatu soal
memiliki indeks diskriminasi 1,00 berarti daya pembedanya sangat baik
(sempurna), meskipun kondisi ini jarang sekali terjadi.hal ini terjadi jika
semua kelompok siswa pandai menjawab benar dan semua kelompok siswa kurang
pandai menjawab salah.
1.2 Cara
Pengukuran Daya Pembeda
Rumus
untuk menentukan daya pembeda adalah:
Siswa-siswa
yang termasuk ke dalam kelompok atas adalah siswa pandai atau siswa yang
mendapat skor tinggi dalam menempuh evaluasi tersebut, sedangkan siswa-siswa
yang termasuk dalam kelompok bawah adalah siswa yang mendapatkan skor rendah
(kecil).
Klasifikasi
interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah:
DP
≤ 0,00 sangat jelek
0,00
< DP ≤ 0,20 jelek
0,20
< DP ≤ 0,40 cukup
0,40
< DP ≤ 0,70 baik
0,70
< DP ≤ 1,00 sangat baik
Beberapa
kasus dari rumus tersebut:
Proses
perhitungan daya pembeda dibedakan untuk kelompok kecil dan kelompok besar.
Biasanya kelompok subyek disebut kecil untuk n ≤ 30, untuk kelompok subyek
dengan n > 30 disebut kelompok besar. Perbedaan ini rasionalnya adalah jika
datanya sedikit, jika semua data tersebut (populasi) diolah tidak menjadi susah
dan kalua diambil sebagian tidak representatif. Kalua datanya cukup banyak,
jika semua data diolah akan merepotkan. Apalagi jika alat bantu yang dimiliki
terbatas. Oleh karena itu untuk data yang cukup banyak cukup diambil sampelnya.
Sampel tersebut harus representative, artinya mewakili setiap karakteristik
representasi populasi. Para pakar evaluasi banyak mengambil sampel sebesar 27%
untuk kelompok siswa pandai dan 27% untuk kelompok siswa bodoh, sehingga
seluruh sampel yang diambil sebanyak 54% dari populasi. Proses penentuan kelompok
atas dan kelompok bawah ini adalah dengan cara mengurutkan skor setiap siswa,
dari skor tertinggi ke skor terendah.
Contoh proses penghitungan daya pembeda:
a. Untuk
kelompok kecil
Misalkan kita melakukan
tes matematika kepada 10 orang siswa dengan 12 butir soal. Karena terdiri atas
10 subyek, maka data ini termasuk ke dalam kelompok kecil. Skor total harus
diurutkan terlebih dahulu dari yang terbesar ke terkecil. Oleh karena itu untuk
menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, masing-masing 50% dari populasi
yaitu 5 subyek untuk kelompok atas dan 5 untuk kelompok bawah. Seperti pada
table berikut:
Tabel kelompok atas dan kelompok bawah untuk hasil tes matematika
Untuk ketiga butir soal diatas, tampak
bahwa untuk soal nomor 1 siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah semuanya
dapat menjawab soal itu dengan benar, sehingga soal nomor 1 itu tidak dapat
membedakan siswa menurut kemampuannya. Pada soal nomor 4, siswa kelompok atas
lebih banyak yang menjawab benar daripada siswa pada kelompok bawah. Butir soal
ini dapat membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai dengan baik. Sedangkan untuk soal nomor 6,
siswa pada kelompok bawah banyak yang dapat menjawab dengan benar daripada
siswa kelompok atas. Kondisi ini berkebalikan, sehingga butir soal itu bisa
menimbulkan kesimpulan yang keliru, sehingga daya pembedanya bernilai negative.
b. Untuk
kelompok besar
Misalkan kita
memberikan tes matematika sebanyak 30 butir soal tipe obyektif dan diujicobakan
terhadap suatu kelas yang terdiri dari 32 siswa. Karena lebih dari 30, maka
kelompok data ini termasuk pada kelompok besar. Oleh karena itu untuk keperluan
perhitungan daya pembeda cukup diambil 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk
kelompok bawah, yaitu masing-masing sebanyak 8 siswa. Setelah skor untuk setiap
siswa diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah, kita tentukan sebanyak 8
siswa untuk kelompok atas yaitu siswa-siswa yang skornya tergolong ke dalam
skor tertinggi. Demikian juga untuk 8 siswa yang termasuk kelompok bawah yaitu
siswa-siswa yang tergolong mendapat skor 8 terendah.
Misalkan skor untuk setiap subyek
tersebar menurut nomor urut dari nomor 1 sampai dengan nomorr 32 dan skor
totalnya adalah seperti pada table dibawah ini.
Dari data pada table tersebut tampak
bahwa skor untuk seluruh subyek dicantumkan, sebetulnya tidak perlu. Data
tersebut adalah berupa data kongkrit (bukan fiktif) hasil uji coba tes
matematika untuk kelas V SD. Sampai diperoleh data tersebut adalah dengan cara
memasukkan kunci jawaban pada computer dan jawaban yang diberikan siswa, dengan
menggunakan program “Analisis Butir Soal” maka keluarlah data seperti pada
table tersebut.
Proses
perhitungan untuk mencari daya pembeda setiap butir soal sama dengan proses
perhitungan untuk data pada kelompok kecil. Berikut ini akan diambil beberapa
contoh
Jika kita bekerja secara cermat,
perhitungan daya pembeda dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah
sebagai sampel mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah karena cara ini tidak
melibatkan kelompok tengahsebanyak 46%. Tidak dilibatkannya kelompok tengah
setidaknya akan mencemari hasil analisis. Untuk mengatasi kelemahan itu,
beberapa pakar evaluasi mengemukakan cara lain yaitu dengan menggunakan teknik
korelasi biserial titik (poin biserial
correlation). Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir soal
tes pilihan ganda dengan teknik tersebut adalah:
Dengan menggunakan data pada table
diatas, akan dicari daya pembeda dari beberapa butir soal, yaitu:
Untuk menguji signifikansi daya pembeda
di atas dapat menggunakan interval di bawah ini:
Jika dikaitkan dengan penggunaan kelompok
atas dan kelompok bawah dalam mencari daya pembeda akan memberikan hasil yang
berbeda. Daya pembeda yang dicari dengan cara koefisien korelasi biserial titik
mempunyai makna seberapa jauh butir soal tersebut memuat factor yang setara
dengan factor yang termuat dalam butir-butir soal secara keseluruhan, sehingga
kemampuan ukur butir soal tersebut dapat setara dengan kemampuan ukur seluruh
butir tes. Makin tinggi daya pembeda suatu butir soal dan signifikan, makin
besar kesetaraan factor yang termuat dalam butir soal itu dengan factor yang
termuat dalam tes secara keseluruhan.
Seperti telah dikemukakan bahwa daya
pembeda suatu butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk dapat
membedakan antara siswa yang pandai dan kurang pandai. Dari rumus untuk mencari
daya pembeda, dapat kita simpulkan bahwa nilai DP berada pada kontinum 1,00
(paling tinggi) dan -1,00 (paling rendah). Nilai DP = 1,00 dicapai bila siswa
kelompok pandai semua menjawab benar, sebaliknya siswa kelompok kurang pandai
semua jawabannya salah. Nilai DP = 0,00 diperoleh jika banyak siswa kelompok
pandai dengan siswa kelompok kurang pandai menjawab soal dengan benar sama
jumlahnya, soal tersebut tidak bisa membedakan siswa yang pandai dan siswa yang
kurang pandai. Dan nilai DP = -1,00 dicapai jika siswa kelompok kurang pandai
semuanya menjawab benar, sedangkan siswa kelompok pandai menjawab salah,
kondisi ini menggambarka sesuatu yang terbalik.
Referensi:
JICA. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
Sutama, Anik Ghufron. (2011). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta:
Universitas Terbuka
Thanks mbak y...
BalasHapusmakasih ilmunya
BalasHapus💪
BalasHapus