Kamis, 22 Desember 2016

Daya Pembeda

1.      Daya Pembeda dan Cara Pengukurannya
            1.1  Pengertian Daya Pembeda
           Pengertian Daya Pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa mengetahui jawabannya dengan benar dengan siswa yang tidak dapat menjawab soal tersebut (siswa yang menjawab dengan salah). Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Pengertian tersebut didasarkan pada asumsi Galton bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan bodoh karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut. Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya buruk semua. Juga tidak sebagian besar baik sebagian besar buruk, tetapi haruslah berdistribusi normal. Siswa yang memiliki nilai baik dan siswa yang memiliki nilai buruk ada (mewakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada pada hasil yang cukup.
Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (Discriminating Index) yang bernilai dari -1,00 sampai dengan 1,00. Indeks diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya pembeda soal tersebut makin baik, sebaliknya jika makin mendekati 0,00 berarti daya pembeda soal tersebut makin buruk. Indeks diskriminasi bernilai negatif (kurang dari 0,00) berarti kelompok siswa kurang pandai banyak yang menjawab benar untuk soal tersebut, sebaliknya kelompok siswa yang pandai banyak yang menjawab salah. Hal ini mengakibatkan siswa yang bodoh mendapatkan nilai yang baik, sedangkan siswa yang pandai mendapatkan nilai yang jelek. Suatu butir soal yang indeks diskriminasinya 0,00 berarti soal tersebut tidak memiliki daya pembeda. Hal ini terjadi jika siswa pandai maupun siswa kurang pandai sama menjawab benar untuk soal tersebut, atau sebaliknya kedua kelompok siswa tersebut menjawab salah. Jelas soal tersebut tidak baik. Jika suatu soal memiliki indeks diskriminasi 1,00 berarti daya pembedanya sangat baik (sempurna), meskipun kondisi ini jarang sekali terjadi.hal ini terjadi jika semua kelompok siswa pandai menjawab benar dan semua kelompok siswa kurang pandai menjawab salah.
           1.2  Cara Pengukuran Daya Pembeda

           Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:














Siswa-siswa yang termasuk ke dalam kelompok atas adalah siswa pandai atau siswa yang mendapat skor tinggi dalam menempuh evaluasi tersebut, sedangkan siswa-siswa yang termasuk dalam kelompok bawah adalah siswa yang mendapatkan skor rendah (kecil).
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banyak digunakan adalah:
    DP ≤ 0,00        sangat jelek
    0,00 < DP ≤ 0,20         jelek
    0,20 < DP ≤ 0,40         cukup
    0,40 < DP ≤ 0,70         baik
    0,70 < DP ≤ 1,00         sangat baik
    Beberapa kasus dari rumus tersebut:
Proses perhitungan daya pembeda dibedakan untuk kelompok kecil dan kelompok besar. Biasanya kelompok subyek disebut kecil untuk n ≤ 30, untuk kelompok subyek dengan n > 30 disebut kelompok besar. Perbedaan ini rasionalnya adalah jika datanya sedikit, jika semua data tersebut (populasi) diolah tidak menjadi susah dan kalua diambil sebagian tidak representatif. Kalua datanya cukup banyak, jika semua data diolah akan merepotkan. Apalagi jika alat bantu yang dimiliki terbatas. Oleh karena itu untuk data yang cukup banyak cukup diambil sampelnya. Sampel tersebut harus representative, artinya mewakili setiap karakteristik representasi populasi. Para pakar evaluasi banyak mengambil sampel sebesar 27% untuk kelompok siswa pandai dan 27% untuk kelompok siswa bodoh, sehingga seluruh sampel yang diambil sebanyak 54% dari populasi. Proses penentuan kelompok atas dan kelompok bawah ini adalah dengan cara mengurutkan skor setiap siswa, dari skor tertinggi ke skor terendah.
Contoh proses penghitungan daya pembeda:
a.       Untuk kelompok kecil
Misalkan kita melakukan tes matematika kepada 10 orang siswa dengan 12 butir soal. Karena terdiri atas 10 subyek, maka data ini termasuk ke dalam kelompok kecil. Skor total harus diurutkan terlebih dahulu dari yang terbesar ke terkecil. Oleh karena itu untuk menentukan kelompok atas dan kelompok bawah, masing-masing 50% dari populasi yaitu 5 subyek untuk kelompok atas dan 5 untuk kelompok bawah. Seperti pada table berikut:
Tabel kelompok atas dan kelompok bawah untuk hasil tes matematika


Untuk ketiga butir soal diatas, tampak bahwa untuk soal nomor 1 siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah semuanya dapat menjawab soal itu dengan benar, sehingga soal nomor 1 itu tidak dapat membedakan siswa menurut kemampuannya. Pada soal nomor 4, siswa kelompok atas lebih banyak yang menjawab benar daripada siswa pada kelompok bawah. Butir soal ini dapat membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai  dengan baik. Sedangkan untuk soal nomor 6, siswa pada kelompok bawah banyak yang dapat menjawab dengan benar daripada siswa kelompok atas. Kondisi ini berkebalikan, sehingga butir soal itu bisa menimbulkan kesimpulan yang keliru, sehingga daya pembedanya bernilai negative.
b.       Untuk kelompok besar
Misalkan kita memberikan tes matematika sebanyak 30 butir soal tipe obyektif dan diujicobakan terhadap suatu kelas yang terdiri dari 32 siswa. Karena lebih dari 30, maka kelompok data ini termasuk pada kelompok besar. Oleh karena itu untuk keperluan perhitungan daya pembeda cukup diambil 27% untuk kelompok atas dan 27% untuk kelompok bawah, yaitu masing-masing sebanyak 8 siswa. Setelah skor untuk setiap siswa diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah, kita tentukan sebanyak 8 siswa untuk kelompok atas yaitu siswa-siswa yang skornya tergolong ke dalam skor tertinggi. Demikian juga untuk 8 siswa yang termasuk kelompok bawah yaitu siswa-siswa yang tergolong mendapat skor 8 terendah.
Misalkan skor untuk setiap subyek tersebar menurut nomor urut dari nomor 1 sampai dengan nomorr 32 dan skor totalnya adalah seperti pada table dibawah ini.



Dari data pada table tersebut tampak bahwa skor untuk seluruh subyek dicantumkan, sebetulnya tidak perlu. Data tersebut adalah berupa data kongkrit (bukan fiktif) hasil uji coba tes matematika untuk kelas V SD. Sampai diperoleh data tersebut adalah dengan cara memasukkan kunci jawaban pada computer dan jawaban yang diberikan siswa, dengan menggunakan program “Analisis Butir Soal” maka keluarlah data seperti pada table tersebut.
Proses perhitungan untuk mencari daya pembeda setiap butir soal sama dengan proses perhitungan untuk data pada kelompok kecil. Berikut ini akan diambil beberapa contoh

                

Jika kita bekerja secara cermat, perhitungan daya pembeda dengan menggunakan kelompok atas dan kelompok bawah sebagai sampel mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah karena cara ini tidak melibatkan kelompok tengahsebanyak 46%. Tidak dilibatkannya kelompok tengah setidaknya akan mencemari hasil analisis. Untuk mengatasi kelemahan itu, beberapa pakar evaluasi mengemukakan cara lain yaitu dengan menggunakan teknik korelasi biserial titik (poin biserial correlation). Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda butir soal tes pilihan ganda dengan teknik tersebut adalah:
Dengan menggunakan data pada table diatas, akan dicari daya pembeda dari beberapa butir soal, yaitu:
Untuk menguji signifikansi daya pembeda di atas dapat menggunakan interval di bawah ini:
         
Jika dikaitkan dengan penggunaan kelompok atas dan kelompok bawah dalam mencari daya pembeda akan memberikan hasil yang berbeda. Daya pembeda yang dicari dengan cara koefisien korelasi biserial titik mempunyai makna seberapa jauh butir soal tersebut memuat factor yang setara dengan factor yang termuat dalam butir-butir soal secara keseluruhan, sehingga kemampuan ukur butir soal tersebut dapat setara dengan kemampuan ukur seluruh butir tes. Makin tinggi daya pembeda suatu butir soal dan signifikan, makin besar kesetaraan factor yang termuat dalam butir soal itu dengan factor yang termuat dalam tes secara keseluruhan.
Seperti telah dikemukakan bahwa daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk dapat membedakan antara siswa yang pandai dan kurang pandai. Dari rumus untuk mencari daya pembeda, dapat kita simpulkan bahwa nilai DP berada pada kontinum 1,00 (paling tinggi) dan -1,00 (paling rendah). Nilai DP = 1,00 dicapai bila siswa kelompok pandai semua menjawab benar, sebaliknya siswa kelompok kurang pandai semua jawabannya salah. Nilai DP = 0,00 diperoleh jika banyak siswa kelompok pandai dengan siswa kelompok kurang pandai menjawab soal dengan benar sama jumlahnya, soal tersebut tidak bisa membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Dan nilai DP = -1,00 dicapai jika siswa kelompok kurang pandai semuanya menjawab benar, sedangkan siswa kelompok pandai menjawab salah, kondisi ini menggambarka sesuatu yang terbalik.

Referensi:
JICA. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan                          Matematika FPMIPA UPI
Sutama, Anik Ghufron. (2011). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas              Terbuka









3 komentar: